Lucky Trip to Singapore

Mengutip sebuah kata tentang keberuntungan, "God's dice always have a lucky roll" (Sophocles), saya merasa sore itu, 7 Februari lalu, lucky roll dari dadu milik Sang Kuasa tengah berpihak pada saya. Seorang PR Consultant menelon ke kantor, menanyakan siapa yang menulis artikel tentang sebuah maskapai penerbangan asal negeri Merlion yang baru saja membuka satu layanan terbaru. Setelah melihat ke majalah yang berisi artikel itu, ada nama saya diujung artikel. Deg, jantung ini berdegub kencang. "Mati gue, artikelnya bermasalah!" itu yang terlintas di pikiran begitu tahu siapa penulisnya. "Begini mbak, kita dari PR Consultant yang mewakili Tiger Airways mau mengajak si penulis artikel untuk media trip ke Singapura." Boleh bicara dengan penulisnya?", tanya perempuan di ujung telepon. Mendengar penjelasan panjang lebar itu, saya jadi senyam-senyum sendiri sambil menjawab sedikit takut kalau saya yang menulis artikel itu. Singkat cerita, tepat di hari Valentine saya ke Singapura selama tiga hari dua malam atas undangan Tiger Airways dan Far East Hospitality. Yeaaah, akhirnya datang juga waktunya menggunakan paspor yang sudah dibuat sejak tiga tahun lalu.

Langit tampak mendung saat suara pramugari mengabarkan kalau sebentar lagi pesawat akan mendarat di Changi. Tak lama, rimbun pepohonan mulai tampak, dan Changi mulai kelihatan. Pukul 13.00 kaki ini menyentuh juga tanah Singapura. Usai ramah tamah dengan tim Tiger Airways Singapura sekaligus makan siang di sebuah restoran Jepang, giliran manajemen Changi yangmengajak kami berkeliling Terminal 3.

Keliling Changi membuat saya kagum dan merasa iri. Gila! Bandara ini benar-benar sempurna. Ia punya segala fasilitas belanja dan hiburan. Iya, Changi tak mau membiarkan para penumpang yang sedang menunggu pesawat, bosan dan mati gaya. Terminal 3, misalnya. Disini tersedia taman anggrek, bioskop mini, booth permainan, juga paketan tour keliling Singapura dalam waktu singkat yang ditawarkan GRATIS!. Usai tur singkat keliling Terminal 3, saatnya keluar dari Changi dan benar-benar melihat seperti apa Singapura.

Sebuah mini bis sudah disiapkan pihak Far East Hospitality. Menuju pengingapan yang terletak di salah satu jalan terkenal di Singapura, Orchard Road, sore itu hujan turun cukup deras. Meski begitu, tak menyurutkan niat saya untuk melihat seperti apa 'wajah' Singapura. Sepanjang perjalanan, kerapihan, ketertiban dan jajaran pohon-pohon rindang di jalan sukses menarik perhatian saya.  Tetiba 'film' jalanan Jakarta langsung bermain di kepala. Motor melaju tanpa peduli pengguna jalan lain, angkutan umum tua ngebut lengkap dengan asapnya yang hitam, mobil-mobil pribadi pun seenaknya di jalanan, tak peduli rambu lalu lintas. Sementara di sepanjang jalan berjejer bermacam pedagang, coret-coretan tidak jelas, juga sampah dan debu. Duh, saya malu. Kecil hati. Tapi ini justru jadi 'lecutan' bagi saya untuk setidaknya berperilaku tertib lalu lintas dan tak membuang sampah sembarangan. Dimulai dari satu orang, mudah-mudahan bisa menyebar ke banyak orang.

The Quincy Hotel menjadi persinggahan saya selama dua malam. Hotel yang terpilih sebagai hotel paling trendi di Asia di 2012 dari Tripadvisor ini bergaya minimalis namun  nuansa kaum muda yang dinamis benar-benar terasa disana. Hotel 14 lantai ini terbilang istimewa karena dari 108 kamar yang dimiliki, semuanya terletak di sisi kanan. Sementara sisi kiri benar-benar hanya dinding.  Jadi, semua kamar di Quincy mengarah ke Orchard Road.

Kamar 312 The Quincy Hotel
Kamar 312 adalah kamar saya. Disana ada sebuah tempat tidur berukuran besar, diseberang terdapat sebuah tv 42 inchi lengkap dengan saluran tv kabel. Di sisi kiri, agak ke depan dari tempat tidur terdapat lemari yang didalamnya tersedia hanger, hair dryer, sikat baju, sandal hotel dan mantel mandi. Kamar mandinya terbilang mini dengan pintu dari kaca. Amenities tersedia di pojok kanan wastafel.  Isinya sabun bulat padat, sabun cair, shampoo, conditioner, dan body lotion. Yang membuat istimewa, kesemuanya adalah produk keluaran Molton Brown yang punya wewangian khas bunga Lily yang dicampur dengan aroma jahe. Urusan mandi disini juga bisa bikin lupa waktu. Air hangat dari shower yang keluar begitu deras, benar-benar bisa meluruhkan segala kelelahan hari itu. Keterbatasan waktu membuat saya mendiamkan bath tub putih berukuran jumbo kering tak terpakai.

Makan malam tiba. Di ruangan mini yang tersambung dengan lobi, para pelayannya langsung mendatangi dan menanyakan ingin makan dengan apa. Menunya cukup variatif, dengan pilihan pasta, ikan salmon goreng, ayam atau daging. Menu ukuran jumbo ini sangat membuat saya kenyang.

Salah satu lampion di Festival River Hong Bao
Suasana Festival River Hong Bao 2013
Usai makan, masih ditemani mini bis, kami mendatangi River Hong Bao. Disana sedang berlangsung Festival River Hong Bao, semacam pasar malam menyambut Imlek beberapa hari sebelumnya. Meski malam itu hujan rintik-rintik, warga Singapura terlihat tetap antusias mendatangi kawasan Esplanade Park itu. Terletak di bagian muka, jajaran tenda penjual makanan seperti menyambut mereka yang datang kesana. Udara di jalur itu dipenuhi bermacam aroma dan agak terasa panas. Keluar dari tenda merah itu, mulai terlihat lampion aneka bentuk. Semakin di dekati, jelas terlihat kalau lampion-lampion itu mewakili 12 shio. Lampion shio ular menjadi penyambut pengunjung yang ingin masuk ke arena. Kenapa disambut ular? Karena 2013 adalah waktunya shio ular. Diantara ramainya pengunjung yang sibuk berfoto, agak di pinggir ada sebuah panggung. Disana tampil anak-anak muda laki-laki yang berpakaian Cheongsam. Tampil dengan bahasa China membuat saya tidak mengerti apa yang mereka suguhkan disana. Tapi kalau melihat ada reaksi tawa dari penonton, rasanya mereka sedang menyuguhkan lawakan.

Satu spot yang sempat mencuri perhatian saya di festival itu adalah booth berbentuk lingkaran dengan dominasi warna kuning dan punya jendela berukuran kecil di dua sisinya. Di jendela itu tergantung beberapa lampion. Kesibukan orang-orang melempar koin lah yang membuat saya lama berdiri disana. Setelah bertanya apa maksud melempar koin disana, saya langsung mencari orang yang membagi-bagikan cokelat koin untuk ikut-ikutan ritual itu. Ternyata, koin-koin yang dilempar itu harus mengenai salah satu kertas yang tergantung di lampion. Masing-masing kertas berisi semacam penghargapan tentang kesehatan, menikah atau keberuntungan. Sayang, malam itu saya kurang beruntung. Tak satu pun koin yang saya lempar mengenai kertas-kertas yang menggantung itu. Apa berarti ini pertanda buruk? Semoga tidak. (Bersambung)


Comments

Popular posts from this blog

Jalan-Jalan Jakarta Lewat Susur Oranje Boulevard

Market Values (Wanna Be) at Tiong Bahru Market, Singapore

Melaka, Antara Drama Mencari Hostel dan Resepsionis Ganteng