The Hermitage, Boutique Hotel Terbaru di Pusat Jakarta

Akhir-akhir ini banyak hotel yang menyatakan diri sebagai boutique hotel. Penasaran, saya mencoba cari tahu, apa sih, definisi boutique hotel itu. Hasil mencarian melalui Google, saya menemukan definisi boutique hotel: konsep penginapan yang menghadirkan keunikan dan kemewahan. Keunikan di boutique hotel terletak pada bentuk bangunan juga dekorasinya. Biasanya, boutique hotel punya bangunan dengan gaya khas, entah itu tradisional, modern, atau art deco yang mudah dijumpai pada masa kolonial. Boutique hotel biasanya hanya punya kamar dalam jumlah yang sedikit.

Salah satu boutique hotel terbaru di Jakarta ada di Jl. Cilacap No.1, Menteng, Jakarta Pusat. Hotel itu bernama The Hermitage, dikelola oleh GLA Hotel yang berbasis di Paris. Awalnya, gedung yang kini menjadi The Hermitage adalah  sebuah bangunan di bangun  1921, oleh pemerintahan Belanda. Bangunan itu digunakan sebagai kantor telekomunikasi (Telefoongebouw), lalu selanjutnya berubah menjadi gedung kantor Departemen Luar Negeri, Kantor Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat serta Departemen Pendidikan dan Pengajaran. Pernah juga meinjadi kampus Universitas Bung Karno. Menurut hasil Google juga, gedung ini segi arsitekturnya berbeda dari gedung-gedung yang di bangun pada masa itu. Inilah yang membuat ia masuk dalam kategori cagar budaya golongan A. Artinya, di Jakarta, hanya ada satu saja gedung dengan desain seperti itu. Balkonnya menghadap ke arah Jl. Bandung dan Jl. Semarang.

 Undangan dari Nivea memberikan saya kesempatan menginap satu malam disana.

Ruang tamu di Executive Room The Hermitage
The Hermitage punya 90 kamar, terbagi dalam Superior Room, Deluxe Room, Executive Room, Junior Suites, dan Executive Suites.Tersedia juga Presidential Suites. Saya  bersama seorang teman dari Tabloid Nyata, Mala, menginap di Executive Room. Kamar kami terletak di lantai 2, bernomor 206. Tipe Executive Room  keseluruhan berjumlah 24. Luas ruangannya 45 meter persegi. Ada dua pilihan tempat tidur: king atau twin. Kamar serba putih ini terdiri dari tiga bagian; ruang tamu dengan tv layar datar berukuran 40 inch, sofa berwarna cokelat kekuningan dan sebuah kursi kayu bergaya retro. Mejanya beralas marmer. Begitu juga dengan lantai disana. Dua buah lukisan bergambar perempuan zaman kolonial juga gambar aktivitas perdagangan di masa itu menjadi penghias dinding disana. 



Melangkah lagi ke dalam, ada sebuah lemari yang mirip seperti kitchen set. Itu tempat menaruh berbagai keperluan minum. Teh bermerk TWG juga kopi (yang sayangnya saya lupa merknya) tersedia disana, dilengkapi dengan gelas, cangkir, juga pemanas air.



Di sisi kanan ada kamar mandi. Lagi-lagi semua lantainya serba marmer. Kamar mandi itu hanya menyediakan shower sambil dilengkapi tiga toiletries: sabun, sampo dan kondisioner.  Beberapa toiletries lain tersedia lengkap di wastafel.




Ruangan paling akhir dari kamar ini adalah kamar tidur. Didalamnya terdapat dua tempat tidur, tv layar datar dengan ukuran serupa seperti di ruang tamu, lemari yang berisi gantungan, mantel sehabis mandi, juga hairdryer. Masing-masing kamar dilengkapi WiFi tanpa perlu membayar lagi untuk layanan ini.



Boutique hotel ini juga punya hall yang menampung sekitar 100 orang, restoran (L’Avenue) yang menghadirkan kuliner Indonesia dan Prancis. Tersedia juga bar, lounge, rooftoop bar dan kolam renang terbuka.

Entah kenapa, menginap disini membuat saya teringat pada suasana boutique hotel di Singapura. Apalagi sewaktu mulai masuk ke dalam hotel menuju lift. Aroma pewangi ruangannya benar-benar sama seperti aroma salah satu boutique hotel yang pernah saya inapi di Singapura. Nah, kalau ingin merasakan suasana  penginapan yang sedikit berbeda, The Hermitage bisa dimasukkan sebagai salah satu pilihan.





Comments

Popular posts from this blog

Jalan-Jalan Jakarta Lewat Susur Oranje Boulevard

Market Values (Wanna Be) at Tiong Bahru Market, Singapore

Melaka, Antara Drama Mencari Hostel dan Resepsionis Ganteng